Tidak membuka aurat

Mereka yang mengenakan celana panjang pantalon yang membentuk aurat atau mengesankannya atau transparan dengan kemeja pendek. Ketika ruku' dan sujud, kemeja tertarik ke atas sedang celana tertarik ke bawah. Dengan demikian punggung dan sebagian auratnya tampak. Hal ini kadangkala terjadi bila tidak bisa dikatakan sering. Perhatikanlah, aurat mughalladhah (alat vital)nya tampak ketika ia ruku' atau sujud di hadapan Rabbnya. Na'udzubillah! Kita berlindung kepada Allah dari kebodohan, sebab bila dalam keadaan demikian sedang aurat terbuka, jelas mengantarkan pada batalnya sholat. Lantas siapa kambing hitamnya? Celana pantalon dan memang celana pantalon asalnya dari negeri kafir.

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin dalam menanggapi beberapa kesalahan yang dilakukan sebagian kaum muslimin di dalam sholat, beliau berkata, "Banyak di antara manunsia tidak lagi mengenakan pakaian yang luas dan lapang, mereka hanya mengenakan celana panjang dan kemeja pendek yang menutupi dada dan punggung. Bila mereka ruku', kemeja tertarik hingga tampak sebagian punggung dan ekornya yang merupakan aurat dan dilihat oleh orang yang ada di belakangnya. Padahal terbukanya aurat merupakan sebab batalnya sholat.
Wanita yang tidak menjaga pakaian dan tidak memperhatikan menutup seluruh badan, sedang ia berada di hadapan Robbnya, baik karena bodoh, malas atau acuh tak acuh. Padahal sudah menjadi kesepakatan bahwa pakaian yang mencukupi bagi wanita untuk sholat adalah baju panjang dan kerudung.
Kadang-kadang seorang wanita sudah memulai sholat padahal sebagian rambut atau lengan atau betisnya masih terbuka. Maka ketika itu –menurut jumhur ahli ilmu- wajib ia mengulangi sholatnya. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Sayidah Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لاَيَقْبَلُ اللهُ صَلاَة حَائِضٍ إِلاَّ بِخِمَارٍ
"Allah tidak menerima sholat wanita yang telah haid (baligh) kecuali dengan kerudung." (HSR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan yang lain).
Ummu Salamah radhiyallahu 'anha pernah ditanya sebagai berikut, "Pakaian apa yang pantas dikenakan wanita untuk sholat?" Beliau menjawab, "Kerudung dan baju panjang yang longgar sampai menutup kedua telapak kaki."[17] (Riwayat Malik dan Baihaqi dengan sanad jayyid).
Imam Ahmad juga pernah ditanya, "Berapa banyak pakaian yang dikenakan wanita untuk sholat?" Beliau menjawab, "Paling sedikit baju rumah dan kudung dengan menutup kedua kakinya dan hendaknya baju itu lapang dan menuutup kedua kakinya."
Imam Syafi'i berkata, "Wanita wajib menutup seluruh tubuhnya di dalam sholat kecuali dua telapak tangan dan mukanya."
Beliau juga berkata, "Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali telapak tangan dan wajah. Telapak kaki pun termasuk aurat. Apabila di tengah sholat tersingkap apa yang ada antara pusar dan lutut bagi pria sedang bagi wanita tersingkap sedikit dari rambut atau badan atau yang mana saja dari anggota tubuhnya selain yang dua tadi dan pergelangan –baik tahu atau tidak- maka mereka harus mengulang sholatnya. Kecuali bila tersingkap oleh angin atau karena jatuh lalu segera mengembalikannya tanpa membiarkan walau sejenak. Namun bila ia membiarkan sejenak walau seukuran waktu untuk mengembalikan, maka ia tetap harus mengulanginya."[18] Oleh karena itu wajib bagi wanita muslimah memperhatikan pakaian mereka di dalam sholat, lebih-lebih di luar sholat.
Banyak juga dari mereka yang sangat memperhatikan bagian atas badan yaitu kepala. Mereka menutup rambut dan pangkal leher tapi tidak memperhatikan anggota badan bagian bawah dengan kaos kaki yang sewarna dengan kulit sehingga tampak semakin indah. Terkadang ada di antara mereka yang sholat dengan penampilan semacam ini. Hal ini tidak boleh. Wajib bagi mereka untuk segera menyempurnakan hijab sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Teladanilah wanita-wanita Muhajirin ketika turun perintah Allah agar mengenakan kerudung, mereka segera merobek korden-korden yang mereka punyai lalu memakainya sebagai kerudung. Tetapi sekarang, kita tidak perlu menyuruh mereka merobek sesuatu, cukup kita perintahkan mereka memanjangkan dan meluaskannya hingga menjadi pakaian yang benar-benar menutup.[19]
Mengingat telah meluasnya pemakaian jilbab pendek di kalangan muslimah di beberapa negeri yang berpenduduk muslim, maka saya memandang penting untuk menjelaskan secara ringkas bahwa kaki dan betis wanita adalah aurat. Ucapan saya wabillahit taufiq adalah sebagai berikut:
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
... وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ ...
"Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan." (An Nur: 31).
Sisi pendalilan dari ayat ini adalah bahwa wanita juga wajib menutup kaki, sebab bila dikatakan tidak, maka alangkah mudahnya seseorang menampakkan perhiasan kakinya, yaitu gelang kaki sehingga tidak perlu ia memukulkan kaki untuk itu. Akan tetapi hal itu tidak boleh dilakukan karena menampakkannya merupakan penyelisihan terhadap syariat dan penyelisihan yang semacam ini tidak mungkin terjadi di jaman risalah. Karena itu seseorang dari mereka melakukan tipu daya dengan cara memukulkan kakinya agar kaum pria mengetahui perhiasan yang disembunyikan. Maka Allah pun melarang mereka dari hal itu.
Sebagai penguat dari penjelasan saya, Ibnu Hazm berkata, "Ini adalah nash yang menunjukkan bahwa kaki dan betis termasuk aurat yang mesti disembunyikan dan tidak halal menampakkannya."[20]
Adapun penguat dari sunnah adalah hadits Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه البخاري و زاد غيره: فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: فَكَيْفَ يَصْنَعُ النِّسَاءُ بِذُيُوْلِهِنَّ؟) قَالَ: يُرْخِيْنَ شِبْرًا. قَالَتْ: إِذَنْ تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ. قَالَ: فَيُرْخِيْنَهُ ذِرَاعًا لاَ يَزِدْنَ عَلَيْهِ. وَفِي رِوَايَةٍ: رَخَّصَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم لأُِمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ شِبْرًا ثُمَّ اسْتَزَدْنَهُ فَزَادَهُنَّ شِبْرًا فَكُنَّ يُرْسِلْنَ إِلَيْنَا فَنَذْرَعُ لَهُنَّ ذِرَاعًا. (رواه الترمذي و أبو داود و ابن ماجه و هو صحيح, انظر سلسلة الأحاديث الصحيحة رقم 460)
Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Siapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat." Ummu Salamah radhiyallahu 'anha bertanya, "Apa yang harus diperbuat oleh wanita terhadap ujung pakaian mereka?" Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Turunkan sejengkal." Ummu Salamah berkata, "Bila demikian kakinya akan tersingkap." Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Turunkan sehasta, jangan lebih dari itu." Dalam riwayat lain: Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberi keringanan pada ummahatul mu`minin (untuk menambah) sejengkal, dan mereka minta tambah, maka Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menambahkannya. (HSR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah) (Lihat Ash Shohihah 60).
Faidah dari riwayat ini adalah bahwa yang dibolehkan adalah sekitar satu hasta, yaitu dua jengkal bagi tangan ukuran sedang.
Imam Al Baihaqi berkata, "Riwayat ini merupakan dalil tentang wajibnya menutup kedua punggung telapak kaki bagi wanita."[21]
Ucapan "Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan keringanan" dan pertanyaan Ummu Salamah: "Apa yang harus diperbuat wanita terhadap ujung pakaiannya?" setelah ia mendengar ancaman bagi orang yang melabuhkan pakaiannya, semua ini mengandung sanggahan terhadap anggapan bahwa hadits-hadits yang mutlak (bersifat umum) mengenai ancaman bagi pelaku isbal (melabuhkan pakaian sampai di bawah mata kaki) itu ditaqyid (dibatasi kemutlakannya) oleh hadits lain yang tegas yaitu bagi yang melakukannya karena sombong.
Anggapan ini terbantah karena sekiranya benar demikian, maka pertanyaan Ummu Salamah yang meminta kejelasan hukum bagi wanita itu tidak ada maknanya. Akan tetapi Ummu Salamah memahami bahwa ancaman itu bersifat mutlak, berlaku bagi orang yang sombong dan yang tidak. Karena pemahaman beliau yang demikian, maka beliau menanyakan kejelasan hukumnya bagi wanita sebab wanita dituntut untuk berlaku isbal guna menutup aurat yaitu kaki. Dengan demikian jelas bagi beliau bahwa ancaman itu tidak berlaku bagi wanita, tetapi khusus bagi lelaki dan hanya dalam pengertian ini.
'Iyadl rohimahullah telah menukil adanya ijma' bahwa larangan itu hanya berlaku bagi kaum pria, tidak bagi kaum wanita karena adanya taqrir Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam atas pemahaman Ummu Salamah. Larangan yang dimaksud adalah larangan isbal.
Walhasil, bagi pria ada dua keadaan:
1. Keadaan yang mustahab yaitu memendekkan sarung hingga pertengahan betis.
2. Keadaan jawaz (boleh) yaitu melebihkannya hingga di atas mata kaki.
Adapun bagi wanita juga ada dua keadaan:
1. Keadaan mustahab yaitu melebihkan sekitar satu jengkal dari keadaan jawaz bagi pria.
2. Keadaan jawaz yaitu melebihkannya sekitar satu hasta.[22]
Sunnah inilah yang dijalankan oleh wanita-wanita di jaman Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam dan jaman-jaman selanjutnya.
Dari sinilah kaum muslimin di masa-masa awal menetapkan syarat bagi ahli dzimmah harus tersingkap betis dan kakinya supaya tidak serupa dengan wanita-wanita muslimah. Hal ini sebagaimana diterangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqtidho' Ash Shirothil Mustaqim.
Termasuk pula orang-orang yang terjerumus dalam kesalahan ini yaitu memulai sholat sedang aurat tersingkap adalah orang tua yang memakaikan anak mereka celana pendek dan menyertakannya sholat di masjid. Padahal Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مُرُوْهُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعٍ
"Perintahkan mereka sholat ketika mereka berumur tujuh tahun." (HSR. Ibnu Khuzaimah, Hakim, Baihaqi, dan yang lain).
Sedang tidak diragukan lagi bahwa perintah ini mencakup juga perintah menunaikan syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Perhatikanlah, jangan sampai anda termasuk orang-orang yang lalai.
Demikianlah beberapa perkara yang harus kita perhatikan dalam hal pakaian dalam sholat berikut beberapa kesalahan yang terjadi. Namun masih ada beberapa hal yang berkaitan dengan syarat-syarat pakaian dalam sholat di antaranya tidak musbil, tidak bergambar, dan bukan pakaian yang dicelup merah.
Wallahu a'lam.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url